Bulan Ramadhan
1. Definisi Ramadhan
Ramadhan adalah bulan ke-9 dalam kalender Hijriyah, kalender umat Islam yang menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya.Ramadhan menjadi salah satu bulan yang sangat ditunggu atau dinanti-nanti kan oleh umat Islam karena keutamaan-keutamaan dan momennya yang begitu berarti.
Muslim atau Muslimah dewasa yang sehat dan tidak sedang dalam halangan syar’i diwajibkan menjalankan ibadah puasa dalam bulan Ramadhan dari Subuh hingga terbenamnya matahari. Selain itu Ramadhan sebagai bulan yang suci umat islam juga berlomba-lomba dalam hal kebaikan dan dapat bermanfaat, seperti bersedekah, membaca AlQuran dan mengamalkannya, Sholat sunnah, dan masih banyak lagi.
Nah membahas soal aktivitas yang dilakukan oleh umat Muslim waktu bulan Ramadhan, khususnya adalah Puasa, kita akan mencari tahu tentang sejarah puasa, apa ya hukum puasa? apa saja keutamaannya?, Eits... tapi sebelum kalian membaca coba tonton video ini ya, agar lebih membangkitkan semangat kalian lagi tentang Ramadhan
Bagaimana? sudah semangat kan untuk menyambut dan beraktivitas di bulan Ramadhan ini? Kalau sudah ayo kita mulai untuk pembahasannya
2. Sejarah Puasa Ramadhan
Merujuk buku Membaca Sirah Nabi Muhammad saw. dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018), berpuasa sebulan penuh selama bulan Ramadhan disyariatkan atau diwajibkan Allah sejak abad ke-2 Hijriyah. Hal itu seiring dengan turunnya wahyu QS. al-Baqarah ayat 183, yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"
Tetapi sebelum disyariatkan berpuasa Ramadhan, Nabi Muhammad saw. dan umat Muslim juga telah melaksanakan puasa, diantaranya adalah puasa selama tiga hari dalam sebulan atau dikenal sebagai puasa Ayyamul Bidh
3. Hukum Puasa Ramadhan
dikutip dari Rumaysho.com
Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan “shaum”. Shaum secara bahasa bermakna imsak (menahan diri) dari makan, minum, berbicara, nikah dan berjalan.
Sedangkan secara istilah shaum bermakna menahan diri dari segala pembatal dengan tata cara yang khusus.[1]
Puasa Ramadhan itu wajib bagi setiap muslim yang baligh (dewasa)[2], berakal[3], dalam keadaan sehat, dan dalam keadaan mukim (tidak bersafar)[4].
Yang menunjukkan bahwa puasa Ramadhan itu wajib adalah dalil Al Qur’an yang telah disebutkan di atas, As Sunnah bahkan kesepakatan para ulama (ijma’ ulama)[5].
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ
، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Artinya: “Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya; menegakkan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji; dan berpuasa di bulan Ramadhan.”
Wajibnya puasa ini juga sudah ma’lum minnad dini bidhoruroh yaitu secara pasti sudah diketahui wajibnya karena puasa adalah bagian dari rukun Islam.
Catatan kaki
[1] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 28: 7.
[2] Tanda baligh adalah: (1) Ihtilam, yaitu keluarnya mani dalam keadaan sadar atau saat mimpi; (2) Tumbuhnya bulu kemaluan; atau (3) Dua tanda yang khusus pada wanita adalah haidh dan hamil. (Lihat Al Mawsua’ah Al Fiqhiyah, 8: 188-190).
[3] Bagaimana dengan orang yang pingsan?
Dijelaskan oleh Muhammad Al Hishni bahwa jika hilang kesadaran dalam keseluruhan hari (dari terbit fajar Shubuh hingga tenggelam matahari, -pen), maka tidak sah puasanya. Jika tidak, yaitu masih sadar di sebagian waktu siang, puasanya sah. Demikian menurut pendapat terkuat dari perselisihan kuat yang terdapat pada perkataan Imam Syafi’i. Lihat pembahasan Kifayatul Akhyar, hal. 251 dan Hasyiyah Al Baijuri, 1: 561.
Bagaimana dengan orang yang tidur seharian, apakah puasanya sah?
Ada ulama yang mengatakan tidak sah sebagaimana perihal pingsan di atas. Namun yang shahih dari pendapat madzhab Syafi’i, tidur seharian tersebut tidak merusak puasa karena orang yang tidur masih termasuk ahliyatul ‘ibadah yaitu orang yang dikenai kewajiban ibadah. Lihat pembahasan Kifayatul Akhyar, hal. 251.
[4] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 28: 20 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2: 88. Ada ulama menambahkan syarat wujub shoum (syarat wajib puasa) yaitu mengetahui akan wajibnya puasa.
[5] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 28: 7.
Nah itulah Sebagian pembahasan dalam Artikel ini, tunggu untuk pembahasan selanjutnya ya, terimakasih dan semoga bermanfaat
Masyaallah bermanfaat, terus semangat membuat artikel seperti ini min
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus